Kota Lama Semarang: Mozaik Peradaban Masa Lalu yang Hidup Kembali

   Parezi A Pramiswari – Pusat1info

Kamis, 24-07-2025 12.55 WIB 

Foto: Kota Lama Semarang (Pusat1info)

Semarang – 24 Juli 2025 – Kota Lama Semarang tak sekadar kumpulan bangunan tua berarsitektur Eropa, tetapi menjadi kanvas hidup yang menggambarkan jejak kolonialisme, toleransi, dan kebangkitan budaya urban masa kini.

“Setiap sudut di sini seperti halaman buku sejarah yang terbuka. Tapi yang menarik, Kota Lama tidak beku—ia hidup, dinamis, dan terus berevolusi sebagai ruang budaya,” ungkap Dian Yuliana (30), seniman mural dan pengelola komunitas visual Atap Langit, saat ditemui di depan Gedung Marba, Selasa (23/7/2025).

Kawasan yang dijuluki “Little Netherland” ini menyimpan lebih dari 50 bangunan peninggalan era kolonial yang kini difungsikan ulang sebagai kafe, galeri seni, museum, butik UMKM, dan ruang komunitas. Kombinasi antara pelestarian dan inovasi menjadikan Kota Lama sebagai contoh keberhasilan adaptasi warisan budaya ke dalam kehidupan urban kontemporer.

Dulunya pusat perdagangan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), kini Kota Lama menjadi panggung utama untuk berbagai festival seni, pameran fotografi, pementasan teater jalanan, hingga pertunjukan jazz dan gamelan.

Hendrikus Tio (66), warga keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di kawasan ini, mengaku senang melihat transformasi Kota Lama yang dulu sempat suram.
“Dulu sempat sepi dan gelap, sekarang terang, bersih, penuh kreativitas. Tapi yang paling penting, nilai sejarahnya tetap dihormati,” ujarnya dengan mata berbinar.

Revitalisasi besar-besaran sejak 2017 yang digagas Pemkot Semarang bersama Kementerian PUPR dan komunitas pelestari budaya menjadikan kawasan ini makin inklusif. Lampu jalan antik, jalur pedestrian ramah difabel, dan ruang terbuka publik menjadi fasilitas utama yang menunjang hidupnya ekosistem seni dan budaya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Hermawan Subekti, menyebut Kota Lama sebagai “jantung budaya urban Semarang”.
“Kami tidak hanya menjaga bangunan, tapi juga memfasilitasi pelaku budaya—dari penari, pelukis, pemusik, sampai barista kopi lokal. Kota Lama adalah ruang bersama lintas zaman,” tuturnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trump Mengamuk! Sertifikat Halal Indonesia Dianggap Hambat Ekonomi Amerika

4.478 Porsi Soto Gratis Ludes Dibagikan dalam Peringatan Hari Jadi Kota Semarang

Kunjungan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unissula ke RRI Jakarta: Perkuat Pemahaman Dunia Penyiaran