Gereja Blenduk, Simbol Warisan Budaya Kolonial di Tengah Kota Lama Semarang

 Parezi A Pramiswari – Pusat1info

Kamis, 24-07-2025 12.47 WIB 

Foto: GPIB Imanuel Semarang (Pusat1nfo)


Semarang – 24 Juli 2025 – Di tengah pesatnya modernisasi Kota Semarang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel atau yang lebih dikenal sebagai Gereja Blenduk, masih berdiri megah sebagai simbol peradaban kolonial dan keberagaman budaya yang lestari.

“Kami tidak hanya menjaga bangunan ini sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai warisan budaya yang harus dihargai oleh semua kalangan, baik umat maupun wisatawan,” ungkap Pdt. Yustina R. Simamora, Pendeta GPIB Immanuel Semarang, saat ditemui di sela ibadah pagi, Minggu (20/7/2025).

Gereja berarsitektur neo-klasik yang dibangun tahun 1753 ini menjadi landmark utama di kawasan Kota Lama. Dengan kubah tembaga ikonik yang membulat—yang menjadi asal nama "Blenduk"—gereja ini menjadi daya tarik wisata budaya, sejarah, dan arsitektur yang tak lekang oleh waktu.

Tak hanya digunakan untuk kegiatan keagamaan, GPIB Immanuel juga sering menjadi lokasi kunjungan pelajar, peneliti, dan wisatawan mancanegara. Interior bergaya Eropa klasik, lengkap dengan mimbar kayu jati, organ pipa tua dari Jerman, serta kaca patri berwarna, memperkaya nilai seni dan sejarah bangunan ini.

Menurut Anna Lestari (27), mahasiswi arsitektur yang sedang menyusun skripsi tentang bangunan kolonial di Semarang, Gereja Blenduk adalah contoh konkret pertemuan antara seni bangunan, kolonialisme, dan toleransi.
“Saya bisa melihat langsung bagaimana unsur Eropa diterapkan dengan harmonis di Indonesia. Tapi yang paling penting, bangunan ini tetap hidup, bukan jadi museum mati,” ujarnya.

Gereja Blenduk juga menjadi simbol toleransi dan keberagaman umat beragama di Semarang. Dalam berbagai momen nasional seperti Hari Kemerdekaan atau Natal Bersama Lintas Iman, gereja ini aktif menggelar acara terbuka bagi publik.

Pemerintah Kota Semarang menetapkan kawasan Kota Lama sebagai kawasan cagar budaya, dan GPIB Immanuel menjadi titik fokus revitalisasi.
“Kami terus bekerja sama dengan jemaat dan komunitas budaya untuk memastikan gereja ini tidak hanya berdiri kokoh, tapi juga relevan dengan kehidupan masyarakat masa kini,” jelas Rony Fajar, Kepala Seksi Pelestarian Budaya Disbudpar Kota Semarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trump Mengamuk! Sertifikat Halal Indonesia Dianggap Hambat Ekonomi Amerika

4.478 Porsi Soto Gratis Ludes Dibagikan dalam Peringatan Hari Jadi Kota Semarang

Kunjungan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unissula ke RRI Jakarta: Perkuat Pemahaman Dunia Penyiaran